Dosen Perikanan UMM Berhasil Kembangkan Budidaya Lele Dengan Sistem Biona
MALANG — Ikan lele merupakan salah satu ikan yang banyak di gemari masyarakat. Selain rasa dagingnya yang gurih, ikan lele juga menjadi salah satu sumber protein hewani yang sangat di butuhkan manusia. Namun begitu, di kota Malang sendiri pasokan ikan lele masih dirasa minim dan masih mengandalkan pasokan dari luar kota Malang.
Di latar belakangi permasalahan tersebut, Riza Rahman Hakim S.PI. M.Sc seorang dosen jurusan perikanan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), sejak tahun 2014 mulai mengembangkan sistem budidaya ikan lele Bio Natural (Biona) yang dapat di terapkan di lahan perkotaan yang terbatas.
“Sistem Biona yaitu sistem budidaya lele menggunakan kolam terpal dengan merekayasa lingkungan perairan di kolam budidaya agar kondisinya mirip dengan lingkungan perairan di habitat aslinya, sehingga ikan lele bisa hidup nyaman di kolam tersebut. Sistem ini saya temukan sekitar 1,5 tahun yang lalu,” jelasnya kepada Cendana News, Senin (8/8/2016).
Menurutnya, dibandingkan dengan budidaya tradisional atau konvensional, sistem Biona ini memiliki banyak kelebihan, yaitu bisa padat tebar tinggi. Jika biasanya pada budidaya tradisional per satu meter kubik kolamnya rata-rata hanya di isi 200 ekor lele, dengan sistem Biona kolam bisa di isi 500-1000 ekor lele per satu meter kubik.
Sistem Biona juga memiliki keunggulan air tidak perlu di ganti sampai panen. Riza hanya merekomendasikan mengurangi atau membuang dasar sebulan sekali sebanyak 30 cm saja, karena jika air di ganti secara keseluruhan justru akan membuat ikan menjadi stres.
Pada sistem Biona juga tidak diperlukan adanya penyortiran berdasarkan ukuran tubuh ikan yang biasanya sering dilakukan petani setiap dua minggu sekali.
“Jadi ikan mulai dari ukuran kecil sekitar 5 cm sampai dengan panen, cukup di biarkan di satu kolam saja,” urainya.
Lebih lanjut, Riza juga menyampaikan bahwa budidaya sistem Biona ini juga menerapkan budidaya secara higienis tanpa menggunakan pakan yang aneh-aneh seperti bangkai ayam, sosis kadarluarsa maupun sisa buangan rumah tangga yang sebenarnya justru dapat merusak kualitas air dan menyebabkan air menjadi bau sehingga setiap hari harus di kuras.
“Disini kami hanya menggunakan pakan pelet buatan pabrik sehingga kita bisa menjaga kuwalitas air agar tidak bau,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai ketua Jurusan Perikanan di UMM ini.
Riza juga mengaku dalam sistem Biona sama sekali tidak menggunakan obat antibiotik yang residunya bisa membahayakan kesehatan karena tidak dapat di cerna oleh tubuh sehingga mengendap dan dapat menyebabkan penyakit kanker.
“Kita sama sekali tidak merekomendasikan penggunaan antibiotik. Kalaupun nanti ternyata ada ikan yang sakit, kita hanya akan melakukan treatment sendiri tanpa menggunakan antibiotik,” ujarnya.
Riza menambahkan, yang tidak kalah penting, karena bentuk kolam terpalnya yang tidak membutuhkan tempat yang luas, budidaya lele dengan sistem Biona sangat cocok di lakukan di kalangan perkotaan yang lahannya terbatas,
Tidak hanya itu, biaya pembuatan kolam terpal juga dirasa lebih murah dibandingkan dengan menggunakan kola semen. Kolam terpal bisa di pindah-pindah dan tahan lama sekitar 4-5 tahun.
“Pembuatan kolam saja dengan diameter 1 yang dapat di isi 500-1000 ekor biayanya hanya Rp.550.000,- dan kolam terpal diameter 2 yang dapat menampung 3000 ekor biayanya hanya Rp.850.000,-,”ucapnya. Sedangkan jika ingin memesan paket lengkap kolam terpal sekaligus pemasangan, mesin, benih, pakan untuk tiga minggu serta konsultasi, biayanya hanya Rp.1,7 juta untuk diameter 1 dan Rp.2,5 juta untuk diameter 2, tandasnya.
Selain keunggulan-keunggulan sistrm Biona yang telah ia uraikan, Riza juga menyampaikan bahwa kelemahan dari sistem ini adalah umur panen yang sedikit lebih lama yaitu 3 bulan baru bisa dinpanen.
“Karena tidak dilakukan penyortiran, otomatis ukuran ikan juga bervariasi dari yang kecil, sedang hingga besar. Dengan kepadatan yang tinggi di tambah lagi dengan karakter lele yang kanibal, kami hanya bisa memberikan kelulusan hidupnya 70-80 %,” ujarnya.
Disebutkan, untuk memulai budidaya lele sistem Biona selain kolam ikan, yang harus di persiapkan selanjutnya adalah media (air) yang harus di persiapkan tujuh hari sebelum bibit di tebar.
“Sebagai media, air terlebih dulu di beri perlakuan khusus yaitu dengan pemberian garam, tetes tebu dan probiotik yang berfungsi untuk menguraikan bahan organik agar tidak menjadi bahan yang berbahaya bagi ikan. Persiapan media tujuh hari dan hari kedelapan baru bibit lele bisa di tebar,” jelasnya.
Persiapan media ini di butuhkan karena berhubungan erat dengan kualitas perairan kolam yang nantinya akan di tempati ikan lele untuk di budidayakan. Karena menurutnya masing-masing jenis ikan memiliki parameter kualitas air yang berbeda-beda.
“Untuk ikan lele, selama tidak ada lele yang menggantung di permukaan air berarti kondisi perairannya masih baik. Tetapi jika sudah ada lele yang terlihat menggantung di permukaan air apalagi dalam jumlah yang banyak, berarti kondisi perairan ada yang tidak beres dan perlu di berikan treatment,” pungkasnya.
Sementara itu, tidak hanya sistem Biona Riza juga tengah mengembangkan sistem Bionic yang merupakan dikombinasi antara sistem Biona dengan Aquaphonik. Melaui sistem Bionic, petani juga bisa budidaya lele sekaligus budidaya sayuran organik.
Sumber:
http://www.cendananews.com/2016/08/dosen-perikanan-umm-berhasil-kembangkan-budidaya-lele-dengan-sistem-biona.html