Sutawi menunjukkan salah satu penghargaan yang diraihnya dari menulis. Menulis itu seperti membuat rujak. Aktivitas mengumpulkan bahan, mengupas, mengiris-iris, mengumpulkan dan membumbui dalam penulisan itu seperti mengumpulkan materi tulisan, membaca, mengambil bagian-bagian tertentu, merangkai kemudian membumbui. "Karakter sebuah rujak ada dibumbunya. Demikian juga tulisan", ujar Sutawi, mahasiswa program doktor Agribisnis Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (FPt-UB). Pada tahun 2010, Sutawi yang juga Dosen pada Fakultas Pertanian-Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini telah meraih tiga prestasi pada kejuaraan Indonesia Menulis yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Kemdiknas RI). Ketiga prestasi tersebut adalah juara II Sayembara Penulisan Buku Pengayaan 2010 yang diselenggarakan Pusat Perbukuan Kemdiknas RI, Juara I Lomba Karya Tulis Pendidikan Karakter di Kemdiknas RI serta serta Juara I Lomba Karya Tulis Keaksaraan Kemdiknas RI. Untuk ketiga prestasi ini saja, ia telah mendapatkan total hadiah Rp. 44 juta dari Kemdiknas RI.
Ayah tiga orang putera ini tergolong produktif. Mulai menulis pada 1990 saat mengawali karier sebagai dosen, hingga saat ini ia telah menghasilkan 300 karya tulis. Dari jumlah tersebut, kebanyakan merupakan artikel populer. "Paling tidak satu tulisan dimuat media tiap bulan", ungkapnya diwawancarai PRASETYA Online hari ini (17/12). Kesukaannya untuk menulis jenis artikel populer bukannya tanpa alasan. Menurutnya, tulisan ilmiah lebih fleksibel, mudah dibuat, dipublikasi, dibaca dan langsung dimanfaatkan orang maupun pihak terkait. Hal ini berbeda dengan membuat buku, yang menurutnya butuh pemikiran lebih panjang, sulit mencari penerbit serta pertimbangan teknis lain yang dirasanya lebih memberatkan. Karena itu, ia baru melahirkan empat buah buku saja dengan penerbit seperti Bayumedia dan UMM Press. Keseluruhan buku tersebut, kata dia, berisi tentang bidang keahliannya yakni Agribisnis Peternakan.
Dengan filosofi membuat rujak, dalam menulis artikel populer ilmiah menurutnya butuh wawasan luas dengan berfikir "out of the box". "Untuk menulis satu bidang artikel populer kita tidak perlu sangat ahli dalam bidang tersebut", ujarnya.
Lebih lanjut ia menyatakan, "saya bersedia membagi ketrampilan menulis kepada orang lain". Karena itu, ia pun bersedia diundang dalam berbagai pelatihan menulis baik di kampus maupun lainnya. Kepada mahasiswanya pun, Sutawi mengaku selalu memberi tugas menulis. "Saya memang sedikit memaksa mahasiswa untuk mau menulis agar mereka terlatih", terangnya.
Di akhir wawancara, Sutawi pun menyemangati dengan semboyannya bahwa "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menulis". "Daya saing Indonesia sangat rendah mungkin karena kita terbiasa berucap dan tidak terbiasa menulis. Padahal dengan berucap akan mudah hilang sementara tulisan akan bisa terbaca sampai anak cucu", pungkasnya. [nok]
Sumber: http://prasetya.ub.ac.id/berita.php/id/detail/1949