JawaPos.com - Kata presto mungkin tak asing di telinga orang Indonesia. Biasanya, presto berhubungan dengan makanan seperti bandeng presto. Bandeng dengan duri lunak yang banyak beredar di pasaran.
Namun, ada cara lainnya untuk melunakkan duri bandeng selain mengunakan cara presto. Seperti halnya yang dilakukan oleh Nurmalasari, lulusan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Dimana ia membuat BANGDUR (bandeng tanpa duri) namun tidak dengan cara dipresto.
Sarjana Perikanan dari Program Studi Budidaya Perairan (Perikanan) Fakultas Pertanian dan Peternakan itu, memisahkan duri ikan dengan cara difillet.
Ini bermula, ketika dirinya tengah mengerjakan tugas mata kuliah Praktik Usaha Perikanan atau biasa disebut aquapreneurship. Inspirasinya muncul ketika melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di salah satu perusahaan swasta di Probolinggo. Perusahan itu membudidayakan udang vannamei dan bandeng.
Perusahaan ini, melakukan dua budidaya dalam satu wadah. Serta memproduksi bandeng tanpa duri. Dari sini, perempuan yang akrab disapa Mala itu mendapatkan ilmu tentang teknik memfilet bandeng.
Ia pun sudah memasarkan produknya baik secara konvesional di berbagai toko sayur modern maupun secara online dengan memanfaatkan media sosial.
Produksinya, dilakukan Mala tiga kali dalam satu minggu.
Mala Tidak main-main, untuk kestabilan kualitas dan kuantitas produk, Mala bermitra dengan pemasok ikan bandeng dari Probolinggo. "Tidak hanya memasok, supplier ini juga memasarkan produk saya di pasar tradisional, Pasar Gadang," bebernya, Senin (9/7).
Istimewanya, perbedaan BANGDUR Nusantara dengan bandeng presto lainnya tidak hanya pada rasa. Namun juga teknik pembuatan, BANGDUR Nusantara menggunakan teknik pemisahan daging dan durinya dengan teknik filet. Sedangkan bandeng presto, menggunakan teknik pemasakan dengan suhu rata-rata 121 derajat celcius.
Proses pemanasan menggunakan suhu tinggi ini sangat disayangkan, karena dapat menghilangkan kandungan gizi yang ada. Dia menjelaskan, secara ilmu gizi, dinyatakan dalam salah satu jurnal yang menjadi acuan mereka di proposal aquapreneurship.
Isinya, bahwa bandeng presto dan bandeng segar setelah di presto gizinya hampir 98 persen hilang, jadi rasa daging nya juga tidak enak. "Dengan teknik filet, kami ingin menjaga kualitas daging dari bandeng itu sendiri, rasa juga gizi nya tetap," tambahnya.
Mala juga menguraikan, selain kelebihan tersebut ciri khas produk ini terletak pada varian rasa yang dimiliki. Berinovasi untuk menghadirkan produk yang berbeda dari bandeng tanpa duri di pasaran. Mala dan timnya memproduksi BANGDUR Nusantara dengan empat varian rasa, yakni original, balado, rendang dan sambal matah.
"Varian rasa nusantara ini mencerminkan keanekaragaman kuliner nusantara," paparnya.
Untuk mengembangkan usahanya, Mala pun berusaha merangkul, memberdayakan dan berbagi ilmu dengan adik tingkat khususnya mahasiswa Perikanan yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Perikanan. Sedangkan Mala dan tim hanya mengurus manajemen produksi dan pemasaran.
"Untuk produksinya diserahkan ke Himaperik (Himpunan Mahasiswa Jurusan Perikanan). Jadi mereka bisa belajar dari sekarang sebelum memasuki semester tujuh untuk mengerjakan aquapreneurship,” pungkasnya
Kini produk tersebut menjadi ladang usaha yang menjanjikan. Bersama tiga orang temannya Muhammad Soleh, Fernanda Rahmadillah Putri dan Sabarudin yang juga satu tim dalam proses pengerjaan aquapreneurship, Nurmalasari berhasil memasarkan produk inovatif ini. Bisnis tersebut bahkan telah meraih omzet hingga Rp 10 juta untuk setiap 100 kilogram bandeng yang diproduksi.
(tik/JPC)