Outlook Perikanan 2012 : Industrialisasi Perikanan Budidaya

Selasa, 13 Maret 2012 13:22 WIB   Administrator


Beberapa tahun terakhir, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menempatkan sub sektor perikanan budidaya sebagai primadona pembangunan perikanan nasional. Hal ini tidak terlepas dari besarnya potensi perikanan budidaya yang belum digali dan dimanfaatkan secara optimal.

Disisi lain akuakultur Indonesia saat ini juga membutuhkan sentuhan industrialisasi dalam berbagai aspek. Industrialisasi yang dimaksud meliputi dukungan kebijakan, infrastruktur, permodalan, teknologi, dari hulu sampai hilir. Konsep ini dibahas lebih mendalam dalam acara seminar Outlook Perikanan yang bertema “Industrialisai Perikanan: Peluang dan Tantangan Bagi Usaha Budidaya” di di Hotel Menara Peninsula Jakarta (18/1).

Seminar yang diadakan untuk yang keempat kalinya ini menghadirkan Men KP (Menteri Kelautan dan Perikanan) Sharif Cicip Sutardjo sebagai keynote speaker sekaligus membuka seminar. Acara tahunan ini terselenggara atas kerjasama TROBOS dengan Asosiasi Produsen Pakan Indonesia (GPMT).

Dalam sambutannya Cicip mengemukakan, konsep Industrialisasi kelautan dan perikanan sendiri merupakan sebuah proses perubahan sistem produksi hulu dan hilir. Tujuannya untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi sumberdaya kelautan dan perikanan, melalui modernisasi yang didukung dengan arah kebijakan terintegrasi antara kebijakan ekonomi makro, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi, Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), serta SDM (Sumber Daya Manusia) untuk kesejahteraan rakyat.

Catatan Kinerja 2011
Berdasarkan data KKP, produksi perikanan budidaya menunjukkan grafik positif berupa kenaikan signifikan, dari produksi sebesar 4,78 juta ton pada 2010 meningkat menjadi 6,97 juta ton pada 2011. Dalam presentasinya, Ketut Sugama Direktur Jenderal Perikanan Budidaya menyatakan pada 2012 perikanan budidaya diharapkan menyumbang lebih dari 50 % pencapaian target nasional.

Menurut Ketut, pencapaian produksi paling besar yaitu untuk budidaya ikan kerapu yang mencapai 12,4 ribu ton atau 138 % dari target 9 ribu ton pada 2011. Secara umum komoditas perikanan budidaya (seperti rumput laut, ikan patin, lele, mas, nila, dan gurami) produksinya lebih tinggi dari 2010. Hanya untuk komoditas udang (vannamei dan windu) terlihat angka produksi yang lebih rendah yaitu pada 2010 mencapai 375 ribu ton, sementara sampai Oktober 2011 hanya 259 ribu ton.  Ketut optimis menargetkan angka produksi budidaya di 2012 akan mencapai 9,4 juta ton.

Menyoroti kinerja perikanan 2011, Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri yang hadir sebagai pembicara menuturkan, saat ini masih sekitar 805 tambak rakyat d ikawasan pantura dalam keadaan mangkrak di Pantura (Pantai Utara Jawa). “Revitalisasi tambak udang jangan hanya tambak modern saja tetapi juga tugas pemerintah juga merevitalisasi tambak rakyat,” tegasnya. Tidak hanya itu, pengelolaan, pengolahaan produk perikanan juga harus diimbangi degan ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern.

Rokhmin mengutarakan, total potensi produksi akuakultur Indonesia sebesar 57,7 juta ton/tahun dan produksi 5,4 juta ton (9%). Dengan potensi produksi akuakultur terbesar di dunia dan permintaan terhadap berbagai jenis produk akuakultur yang terus meningkat, lanjut Rokhmin, mestinya perikanan budidaya bisa menjadi primemover (penghela) yang mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi berkualitas secara berkelanjutan untuk mewujudkan Indonesia yang maju, adil-makmur, dan mandiri.

Sementara dari kacamata pelaku budidaya udang, Ketua Shrimp Club Banyuwangi Hardi Pitoyo mengungkapkan, total produksi udang 2011 untuk tambak semi intensif dan intensif dalam grup SCI sekitar 116.800 ton. “Konsistensi pemerintah dalam melakukan larangan impor berdampak pada meningkatnya gairah petani tambak dalam meningkatkan produksi dan melakukan revitalisalisasi tambaknya secara alamiah,” kata Hardi.

Hardi berharap untuk 2012 budidaya udang nasional dapat mempertahankan kemandirian produksi. “Dengan kata lain no import,” tegas Hardi. Ia menambahkan, pada 2011 di pasar Amerika Serikat, ekspor udang Indonesia sudah diperingkat 2. “Pencapaian itu merupakan murni hasil produksi sendiri dengan upaya yg lebih serius rasanya akan mudah jadi produsen udang nomor 1 dunia,” kata Hardi.

Lalu dari sisi pelaku pengolahan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan (AP5I) Thomas Darmawan mengatakan, kapasitas pengolahan udang (UPU) turun sejak 2009 karena produksi udang turun. “Terjadi rasionalisasi di industri pengolahan udang/ikan bila pasokan bahan baku mahal, tidak lancar dan stabil sehingga yang kekurangan bahan baku lebih baik tidak beroperasi sementara atau tutup sama sekali, belum lagi utilitas kapasitas industri pengolahan udang/ikan masih kurang dari 40 % dengan utilitas bahan baku turun terus dari 59,33 % (2009) dan 57 % (2010),” jelasnya.

Dari sisi peluang pasar, Direktur Jenderal Pengolahan, Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Viktor Nikijuluw melaporkan peluang pasar domestik untuk ikan sangat tinggi. Hampir 40 % ikan laut (fillet kakap, cucut, udang, layur, tongkol, layang, kembung, lemuru, tenggiri) dan 60 % ikan air tawar (gurami, mujair, patin, lele, nila, mas, udang, dan lainnya) dipasarkan ke Hotel (0,15 juta ton/th), Katering – Jasaboga (1,5 juta ton/th – rutin dan 0.44 juta ton/th – pesta ) dan Restoran (1 juta ton/th). Sedangkan seperti ikan selar, kembung, lele, mujair/nila, kekerangan dan mas lebih banyak di warung dan resto (10 juta ton/th).

Sumber: http://www.trobos.com

Selengkapnya baca di majalah Trobos edisi Februari 2012

Shared: